Kedutaan Besar Australia
Indonesia

Masa-masa kemakmuran – diplomasi ekonomi antara Indonesia dan Australia

Masa-masa kemakmuran – diplomasi ekonomi antara Indonesia dan Australia

Oleh Tim Harcourt, Universitas New South Wales, Sydney.

Terlepas dari dominasi persoalan keamanan dan geo-politik – berita-berita bisnis di media menegaskan bahwa Indonesia dan Australia adalah mitra lama ekonomi.

Sebenarnya, walaupun hanya sebuah symbol, Perdana Menteri Australia yang baru, Malcolm Turnbull, seperti salah satu pendahulunya, Paul Keating, melakukan kunjungan perdana ke Indonesia dan tidak mengikuti tradisi Perdana Menteri Australia masa lalu yang berkunjung ke London atau Washington sebagai lawatan perdana setelah menduduki jabatan tertinggi di Australia.

Bila kita menoleh ke belakang, ada bukti kuat bahwa Australia mendukung Indonesia di masa lalu sebagai mitra ekonomi dan sebaliknya.

Bagaimanapun juga, Indonesia mungkin mitra dagang perdana Australia saat Penduduk Asli Australia menangkap ikan dan berdagang teripang dan lainnya dengan mitra Makassar mereka.

Dan pada 1940an, pada awal perjuangan kemerdekaan Indonesia Australia berada di sana bekerja sama dengan Indonesia dalam bidang perdagangan, investasi dan pendidikan. Ini merupakan kenangan akan perintis awal hubungan perdagangan Indonesia-Australia, ekonom buruh dan moderator Australia ternama, Joe Isaac yang menerima penghargaan di Sydney pekan ini. Menurut Profesor Joe Isaac yang mengikuti misi MacMahon Ball ke Batavia (Jakarta) di Hindia Belanda pada November 1945, hubungan Australia kuat sejak awal perjuangan kemerdekaan melawan Belanda segera setelah Jepang menyerah di Perang Dunia Kedua.

Sebagaimana diingat oleh Isaac:
“Kami berhasil bertemu dengan Sukarno segera setelah kedatangan kami, dan kami bertemu dua kali lagi sejak itu … Mac menjelaskan dalam garis besar misinya ... dan bahwa Australia bersimpati pada aspirasi politik Indonesia; dan ia mengamati reaksi Sukarno atas pengiriman satu kapal penuh obat-obatan oleh Pemerintah Australia. Pastilah memikirkan aksi pekerja pelabuhan Australia (yang menolak memuat kapal-kapal Belanda yang menentang kemerdekaan Indonesia) Sukarno mengucapkan terima kasih atas dukungan rakyat Australia.”

Dukungan ini sangat penting pada saat itu bagi bangsa yang baru merdeka di Asia Tenggara. Sebagaimana Isaac mencatat bahwa diplomat Australia sekaligus akademisi dengan spesialisasi Indonesia Tom Critchley dan Jamie Mackie “mengatribusikan kemantapan Pemerintah Indonesia untuk menominasikan Australia ke Komite Jasa Baik Untuk Indonesia dengan aksi buruh pelabuhan dalam melarang pemuatan kapal-kapal Belanda dan dukungan Australia yang telah diperlihatkan kepada Indonesia di Dewan Keamanan PBB.”

Hubungan ekonomi Indonesia Australia yang erat ini juga terus berlanjut selama lima puluh tahun hingga krisis keuangan Asia 1997-99 ketika Reserve Bank of Australia, khususnya karena Wakil Gubernur Stephen Grenville, yang pernah menjadi diplomat di Jakarta, berbeda pendapat dengan IMF dan pemerintah Clinton dalam analisis mereka tentang ekonomi Indonesia. Menteri Keuangan pada waktu itu Peter Costello mengikuti pendapat Grenville dan Gubernur Glenn Stevens tentang Indonesia dan berhadap-hadapan dengan IMF dan tim ekonomi pemerintah Clinton, dan mengambil pendekatan yang sangat berbeda tentang ekonomi Indonesia dengan Washington.

Dan hasilnya, ekonomi Indonesia berkinerja lebih baik, pulih dengan cepat dan menghindari jebakan ekonomi-ekonomi berkembang lainnya yang menerima resep IMF.

Sebagai buah dari upaya ini, pada 2015, Indonesia merupakan mitra dagang yang sangat penting dengan Australia (senilai A$16 miliar dalam perdagangan dua arah), dan juga mitra pendidikan yang sangat penting. Sejatinya, dalam konteks yang lebih luas, Indonesia sebagai mitra ekonomi sangat diremehkan. Seperti halnya nama-nama besar seperti ANZ, Leightons, Commbank, Orica dan Bluescope, lebih dari 2400 pebisnis Australia melakukan ekspor ke Indonesia dan banyak perusahaan menikmati tingkat pengembalian modal 4 kali lipat dari Tiongkok dan India. Namun hanya ada 250 perusahaan Australia di Indonesia, dibandingkan dengan lebih dari 3.000 perusahaan di pasar lain seperti Tiongkok.

Sungguh masih banyak hal yang dapat dilakukan. Baru-baru ini Menteri Perdagangan dan Investasi Australia Andrew Robb bersama delegasi 360 pebisnis bertandang ke Indonesian untuk Pekan Bisnis Indonesia Australia 2015. Kiprah bisnisnya beragam termasuk infrastruktur, pabrikan maju, pertanian dan keberlanjutan pangan, pangan dan minuman premium, kesehatan dan perawatan manula, sumber daya dan energi, pendidikan dan pariwisata.

Menteri Robb mengatakan: “Pekan Bisnis Indonesia–Australia merupakan peluang untuk membangun hubungan yang diperlukan untuk menopang dan menumbuhkan hubungan bisnis kita, dan menjajagi kiat untuk memanfaatkan pasar lebih dari 250 juta jiwa yang tumbuh dengan cepat tepat di depan kita, termasuk kelas menengah yang berkembang.”

Dan diplomasi ekonomi terhadap Indonesia juga bersifat bipartisan, bahkan Menteri Ekonomi Bayangan Chris Bowen sedang belajar Bahasa Indonesia sebagai pengakuan atas betapa pentingnya Indonesia untuk masa kini dan masa depan Australia dalam hal hubungan ekonomi.

Kami hanya dapat menyimpulkan bahwa dalam hal diplomasi ekonomi, Indonesia dan Australia telah menjalin hubungan dagang di masa lalu, namun kami yakin hubungan ini akan berkembang, meluas dan mendalam pada tahun-tahun mendatang.