Transkrip program Radio Kookaburra:
Seni dan Disabilitas
Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Khairani ‘Okka’ Barokka, Penulis, Seniman dan Peneliti Seni dan Disabilitas
MUBAROK: Seorang penulis, seniman dan peneliti seni dan disabilitas Indonesia, berbicara di sebuah konferensi nasional di Sydney. Khairani Barokka atau Okka berkunjung ke Australia untuk memaparkan hasil penelitiannya tentang seni dan disabilitas di Asia.
[Kookaburra tune]
Disabilitas sering dipahami sebagai suatu kekurangan. Tetapi menurut seorang penulis, seniman dan peneliti di bidang seni dan disabilitas, sebenarnya disabilitas itu lebih mencerminkan kemampuan orang yang berbeda-beda atau differently able.
Khairani Barokka mengatakan disabilitas itu merupakan fenomena sosial dan bukan fanomena medis. Okka mencontohkan, orang tuna netra atau tuna rungu, itu hanya perbedaan, dan tidak berarti bahwa dia tidak sehat.
KHAIRANI BAROKKA: Kalau misalnya [untuk] orang pengguna kursi roda, tidak selalu ada tanjakan supaya dia bisa naik ke suatu gedung. Itu namanya dia ada disabilitas karena masyarakat tidak menyediakan itu untuk komunitas pengguna kursi roda.
Jadi disabilitas bukan berarti tidak bisa, tetapi dalam pemahaman saya ada diskriminasi yang terjadi di masyarakat. Sehingga komunitas ini tidak bisa menikmati hal-hal yang lain itu bukan karena ada kesalahan atau karena kekurangan, tapi masyarakat tidak menyediakan.
MUBAROK: Baru-baru ini Okka berkunjung ke Australia untuk memaparkan hasil penelitannya tentang seni dan disabilitas di Asia. Bagaimana caranya seniman dengan disabilitas dapat lebih terlibat dalam kesenian di Asia.
KHAIRANI BAROKKA: Ada Konferensi Nasional di Sydney, Australia, di mana saya mempresentasikan hasil riset itu dengan bantuan Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia.
Dan juga selama di situ saya mementaskan puisi karena saya seorang penyair sekaligus performer. Jadi kalau puisi-puisi biasanya kalau di Indonesia bunyinya begini: Ha ha, ha ha, ha ha ha, satu aja nadanya.
Jadi saya ingin di Indonesia, pembacaan puisi lebih kreatif. Jadi kalau saya mementaskan puisi, macam-macam nadanya.
Saya pentas di Sydney, Canberra dan Melbourne, tiga kota di Australia, sekaligus bertemu dengan kontak-kontak untuk penelitian seni dan disabilitas di situ.
Saya mendapat bantuan dari Kedutaan Besar Australia juga. Jadi saya menulis, misalnya di twitter. Saya juga mengirimkan misalnya foto-foto ke facebook mereka [australianembassyjakarta] untuk website Kedutaan Besar Australia.
MUBAROK: Apa yang paling berkesan dari kunjungan itu?
KHAIRANI BAROKKA: Yang berkesan banyak sekali, luar biasa. Saya selama tiga minggu di sana ketemu begitu banyak sesama seniman, sesama aktivis untuk hak-hak kami komunitas dengan disabilitas.
Okka disabilitasnya terselubung. Orang kadang-kadang suka, ”Ah kamu kayaknya nggak disabilitas. Emang disabilitas kelihatannya seperti apa?” Okka ada kondisi neurologis. Jadi nggak kelihatan, karena saraf. Jadi kalau saya capek misalnya, saya spastis (susah bergerak).
Banyak pejuang, aktivis hak-hak komunitas disabilitas, banyak seniman dan yang paling berkesan adalah di Australia itu ada kerangka nasional untuk seni dan disabilitas dan itu, dikonferensi nasional itu, ada 340 orang dari seluruh Australia dan juga dari mancanegara.
Dan mereka sangat antusias sekali bahwa kami seniman dengan disabilitas itu bukan hanya punya potensi tapi kami juga adalah seniman yang karyanya dan perspektifnya unik dan bagus.
Fasilitas yang disediakan luar biasa. Biarpun, seperti halnya di seluruh dunia, masih banyak yang perlu dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak komunitas difabel atau komunitas dengan disabilitas.
Di Australia begitu banyak momentum, begitu banyak energi, untuk sektor ini.
MUBAROK: Apakah ada hal-hal yang anda saksikan di Australia yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia?
KHAIRANI BAROKKA: Oh, banyak sekali. Makanya saya ke sana, saya pulang bawa untuk UI dan teman-teman di sini. Saya [membawa] bertas-tas materi, makalah dan pengetahuan baru, banyak sekali.
Begitu banyaknya, mulai dari memberi kesempatan untuk perkembangan kami seniman dengan disabilitas dalam karir kami, pembelajaran, pendidikan kesenian. Tapi juga bisa yang simpel-simpel saja, misalnya menjadikan tempat-tempat kesenian itu accesible, dapat diakses oleh mereka yang menggunakan kursi roda misalnya.
Dan juga ini sangat terkait dengan pemberian hak bagi komunitas disabilitas secara umum. Karena kalau menurut saya, membuat seni itu otomatis adalah cara yang luar biasa bagus untuk menghilangkan stigma.
Orang nggak pernah bilang Steve Wonder itu lho, Steve Wonder yang tuna netra itu. Orang mikirnya Steve Wonder itu, oh dia musisi yang hebat. Yang dilihat adalah bukan label, kondisi yang mereka alami, tapi mereka itu telentanya di mana dan lain sebagainya.
Itu banyak sekali beratus-ratus hal-hal kecil yang bisa dilakukan agar komunitas disabilitas bisa menikmati lebih banyak kesenian dan juga berkarya.
Saya ingin memberdayakan kami seniman di Asia di komunitas difabel, untuk berkarya dan menembus batas-batas baru.
MUBAROK: Terima kasih Okka. Penulis, seniman dan peneliti seni dan disabilitas Indonesia Khairani Barokka.
Januari 2013
RS130102