Transkrip program Radio Kookaburra:
Pelatihan Calon Penguji untuk Uji Kompetensi Jurnalis
Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Eko Maryadi, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen; Willy Pramudya, Koordinator Bidang Pengawasan Etika Anggota AJI; Andi Hajramurni, Wartawan The Jakarta Post, Abdullah Alamudi, Direktur Pusat Pengembangan Media dan Dosen Lembaga Pers Dr Soetomo
MUBAROK: Sejauhmana kompetensi jurnalis Indonesia saat ini dan apa yang dilakukan kalangan pers di Indonesia untuk mengembangkan jurnalis yang profesional, kompeten dan beretika?
[Kookaburra tune]
Aliansi Jurnalis Independen baru-baru ini menggelar pelatihan untuk mempersiapkan calon Penguji untuk Uji Kompetensi Jurnalis di Makassar. Lebih dari 50 wartawan media online, cetak, televisi dan radio dari kawasan timur Indonesia hadir dalam pelatihan itu termasuk dari Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua.
Uji Kompetensi Jurnalis merupakan acuan sistem evaluasi kinerja wartawan yang salah satu tujuannya adalah untuk menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Dewan Pers.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen, Eko Maryadi, hadir untuk memberikan sambutan pada pelatihan yang juga didukung Kedutaan Besar Australia.
EKO MARYADI: Distribusi jurnalis pada hari ini secara nasional sebetulnya belum merata. Dalam pengertaian bahwa kita masih melihat ada ketimpangan seakan-akan bahwa jurnalis yang berada di wilayah Indonesia barat lebih mudah aksesnya, sehingga secara prinsip lebih mudah mempelajari dan mendapatkan peningkatan keilmuan dalam jurnalistik. Sementara di wilayah timur relatif tertinggal.
Ini salah satu alasan kenapa AJI Indonesia memilih kota Makassar untuk dijadikan tempat sebagai pusat untuk melakukan training untuk calon penguji pada tahun ini.
MUBAROK: Aliansi Jurnalis Independen adalah salah satu lembaga jurnalis yang ditunjuk Dewan Pers untuk menyelenggarakan uji kompetensi wartawan. Willy Pramudya adalah Koordinator AJI untuk Bidang Pengawasan Etika Anggota.
WILLY PRAMUDYA: Yang pertama karena AJI sudah membuat keputusan di kongres kemudian dilengkapi juga dengan rakernas [rapat kerja nasional] bahwa UKJ itu diamanatkan untuk diselenggarakan oleh AJI sebagai alat ukur untuk meningkatkan kompetensi jurnalis, maka AJI harus memiliki penguji-penguji sendiri.
Penguji-penguji ini diambil dari senior-senior AJI yang menurut pengamatan bersama mereka memiliki kapasitas untuk menjadi penguji. Tetapi karena jumlah anggota AJI itu ada duaribuan, pasti dengan penguji yang terbatas di bawah sepuluh, itu sangat tidak mencukupi. Kalau misalnya ada permintaan dari Aceh sampai Papua dalam jumlah yang tinggi, kami harus memiliki banyak penguji.
Bersamaan dengan itu pengurus juga membentuk biro diklat yang khusus mempersiapkan kedepannya adalah sekolah jurnalisme AJI untuk menjawab tantangan industri media, kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia di industri media yang profesional.
Sekaligus mereka mempersiapakan dua hal, modul dan materi UKJ yang induknya itu sudah ada di Dewan Pers, lalu kami menyesuaikan diri dengan tuntutan dan prinsip-prinsip yang mau diperjuangkan oleh AJI yaitu tumbuhnya semakin banyak wartawan yang profesional, independen dan juga diharapkan dengan begitu sejahtera.
MUBAROK: Salah satu calon penguji yang ikut serta dalam pelatihan itu adalah seorang koresponden The Jakarta Post di Makassar. Andi Hajramurni mengatakan pelatihan penguji ini atau training of examiners (TOE) sangat penting untuk memastikan bahwa seseorang layak menjadi penguji.
ANDI HAJRAMURNI: Beberpa materi yang akan diujikan di UKJ harus, calon penguji ini harus paham. Dengan adanya TOE ini kita dapat melakukan pendalaman-pendalaman beberapa materi yang nantinya akan, ketika jadi penguji, sudah benar-benar menguasainya, sehingga ketika melakukan tanya jawab dengan peserta UKJ, kita bisa mengetahui, benar-benar bisa melakukan penilaian sejauh mana kompetensi dari orang yang kita uji.
MUBAROK: Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan mendefinisikan bahwa kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut kesadaran, pengetahuan dan keterampilan.
Pertanyaannya di mana posisi kompetensi wartawan Indonesia saat ini bila diukur dengan skala satu sampai sepuluh? Saya bertanya kepada Direktur Pusat Pengembangan Media dan Dosen Lembaga Pers Dr Soetomo, Abdullah Alamudi.
ABDULLAH ALAMUNI: Tingkat kompetensi para wartawan di Indonesia sangat beraneka ragam, bergantung pada wilayah dan media mana mereka bekerja, serta organisasi profesi mana mereka bekerja. Sebab banyak sekali organisasi yang menyebut dirinya organisasi wartawan tetapi tidak pernah memberikan pelatihan-pelatihan jurnalistik.
Tingkat kompetensi wartawan kalau di Jawa boleh dikatakan sudah agak tinggi. Kalau kota besar di Jawa, bisa itu di sekitar, sudah skala tujuh sampai delapan. Malah lebih kalau kita bicara spesifik pada media mainstream seperti Kompas, Koran Tempo, Majalah Tempo. Dan beberapa media elektronik seperti Metro TV. Itu sudah skala delapan [sampai] sembilan.
Tetapi kalau koran-koran di luar Jakarta, masih di Jawa, itu mungkin sekitar enam sampai delapan. Kalau kita keluar dari Jawa terutama ke daerah-daerah yang terpencil di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, apalagi Papua, itu tingkat kompetensinya jauh lebih rendah lagi mungkin sekitar enam [sampai] enam lima.
Tetapi kita harus membuat perkecualian tersendiri untuk Papua karena di sana tidak ada kemerdekaan pers. Walaupun banyak wartawan di sana yang bisa dikatakan kompeten, mereka tidak berani menulis berita karena takut pada intel, tentara, brimob, polisi, kalau-kalau berita mereka dianggap mendiskreditkan organisasi kesatuan. Bukan itu saja, mereka juga takut pada pembalasan oleh massa.
MUBAROK: Wartawan Indonesia didorong untuk mengikuti uji kompetensi agar menjadi wartawan yang terpercaya, beretika dan mampu menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas tinggi.
April 2013
RS130407