Transkrip program Radio Kookaburra:
Siswa Scotch College Australia Belajar di Al-Izhar Pondok Labu Jakarta
Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Charlie Kavanagh, Siswa Scotch College; Wilfred dan Kate Reitzenstein, Guru Bahasa Indonesia Scotch College; Cylvia Osnasandi, Guru Bahasa Inggris SMA Al-Izhar
MUBAROK: Kunjungan sejumlah pelajar dan guru bahasa Indonesia dari Scotch College, Australia Barat, mencerminkan masa depan Australia di Asia sejalan dengan Buku Putih Australia in the Asian Century.
[Kookaburra tune]
Empat siswa Scotch College di Perth, Australia Barat, baru-baru ini mengadakan kegiatan program pengayaan bahasa Indonesia di Sekolah Al-Izhar Jakarta. Charlie, Camden, Jack dan Ali didampingi dua orang guru bahasa Indonesia mereka.
Pak Wilfred adalah warga Indonesia yang bekerja sebagai guru bahasa Indonesia di Australia dan Kate Reitzenstein, guru bahasa Indonesia yang pernah mengajar bahasa Inggris selama empat tahun di sebuah lembaga kursus di Indonesia.
Scotch College bermitra dengan Sekolah Islam Al-Izhar, Pondok Labu, Jakarta, melalui program Bridge, salah satu proyek Lembaga Australia Indonesia yang dikelola oleh Asia Education Foundation bersama The Myer Foundation dan Badan Bantuan Australia AusAID.
Charlie Kavanagh adalah pelajar berusia enam belas tahun.
CHARLIE KAVANAGH: Saya mau belajar bahasa Indonesia karena saya pikir penting untuk perhubungan masa depan dengan Indonesia dan Australia. Dan penting untuk orang Australia belajar tentang budaya Indonesia dan orang Indonesia dan agama di Indonesia.
Saya pergi ke Bali di two thousand and nine I think it was [dua ribu sembilan]. Dan menurut pendapat saya agama dan budaya sangat menarik untuk saya dibandingkan budaya Australia dan orang Australia. Ini membuat saya belajar bahasa Indonesia.
MUBAROK: Minat pelajar Australia terhadap bahasa Indonesia beranekaragam. Di samping pelajar yang sangat berminat ada juga pelajar yang kurang begitu berminat.
Menurut Kate Reitzenstein, ada beberapa cara untuk menarik minat murid-muridnya untuk belajar bahasa Indonesia.
KATE REITZENSTEIN: Kita bisa coba banyak strategi. Pada pendapat saya, yang paling penting guru harus mempertunjukkan hubungan antara bahasa asing dan juga karirnya.
Kalau mengajar murid yang berumur tigabelas atau empatbelas atau limabelas tahun, harus mempertunjukkan hubungan itu karena murid sering bertanya, ”Untuk apa belajar bahasa ini?”
Biasanya mereka tidak sadar atau tidak tahu bagaimana mereka bisa menggunakan bahasa untuk masa depan. Nah itu yang penting.
Dan juga pada pendapat saya, pembelajaran bahasa itu harus hidup. Jangan dari buku teks saja. Kita harus membuat banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan penutur asing [asli] baik di Australia maupun di Indonesia.
Misalnya kami harus mengajak masyarakat Indonesia yang tinggal di Australia untuk berinteraksi dengan murid-murid kami. Dan juga kalau ada kesempatan untuk datang ke Indonesia itu yang paling penting.
MUBAROK: Sementara itu menurut Wilfred, pengalaman mengajar bahasa Indonesia di Australia membuat dirinya lebih menghargai bahasa dan budaya Indonesia.
WILFRED: Saya mencoba untuk menggali lebih jauh tentang budaya juga melihat tatabahasa bahasa Indonesia untuk tulis menulis atau juga untuk bahasa percakapan.
Jadi saya belajar tentang bahasa saya tapi saya juga belajar bagaimana bisa mengajar di sistem pendidikan Australia. Karena sistem pendidikan Australia berbeda sekali dan anak-anaknya juga sangat berbeda dengan pada umumnya anak-anak di Indonesia.
MUBAROK: Pak Wilfred mengatakan suatu hari ia ingin berbagi pengetahuan dan pengalamannya di Australia dengan guru-guru di Indonesia.
WILFRED: Saya merasa saya belajar banyak dan apa yang sudah saya pelajari pasti sangat berguna juga untuk guru-guru yang ada di Indonesia.
MUBAROK: Selama mengadakan kunjungan seminggu di Al-Izhar, para pelajar Scotch College ikut serta dalam berbagai kegitana sekolah, bukan hanya mengikuti pelajaran bahasa Indonesia tetapi juga mengikuti pelajaran lainnya termasuk Olahraga dan Seni.
Cylvia Osnasandi adalah guru bahasa Inggris di SMA Al-Izhar.
CYLVIA OSNASANDI: Mereka kita bagi-bagi. Kadang-kadang mereka dalam satu kelas. Jadi kalau untuk pelajaran olahraga mereka kita gabung dalam satu kelas karena lebih seru kalau rame-rame.
Tapi begitu sudah selesai olahraga, mereka kita bagi-bagi, ada yang masuk ke kelas PKN, Kimia, Bahasa Indonesia, kelas Seni. Dan karena Al-Izhar sekolahnya satu kompleks dengan SD, SMP, TK, mereka juga berkunjung ke TK, SD dan SMP.
MUBAROK: Demikianlah sekelumit langkah-langkah warga Australia dalam menyongsong Abad Asia.
Pada Oktober lalu Perdana Menteri Australia mengeluarkan Buku Putih Australia in the Asian Century atau Australia di Abad Asia yang menunjukkan peta jalan bagaimana Australia keluar sebagai pemenang di abad Asia.
Mei 2013
RS130510