Arkeolog maritim dari Museum Maritim Nasional Australia (Australian National Maritime Museum /ANMM) dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKENAS) akan melaksanakan penyelaman penelitian bersama di lokasi tenggelamnya kapal Australia dari jaman Perang Dunia II, HMAS Perth, bulan depan (Maret) sebagai bagian dari rangkaian program peringatan di Indonesia dan Amerika Serikat.
HMAS Perth, bersama kapal milik Amerika Serikat USS Houston, tenggelam berikut 353 kru dalam pertempuran laut yang sengit melawan Angkatan Laut Kerajaan Jepang pada malam tanggal 28 Februari 1942 di lepas pantai Teluk Bantam di ujung barat laut Pulau Jawa di Indonesia, dimana reruntuhannya berada hingga saat ini.
Penyelaman ini akan menjadi survei paling terperinci yang pernah dilakukan pada situs reruntuhan ini sejak 2014 dan tindaklanjut pada survei penindaian jarak jauh pada lokasi reruntuhan yang dilakukan oleh Museum dan Arkenas pada Desember tahun lalu. Survei tahun 2017 akan memberi informasi penting pada tingkat pengangkatan materi dari kapal tersebut.
ANMM mulai bekerja erat dengan kolega-kolega di ARKENAS sejak tahun 2014 menyusul laporan-laporan mengenai pengangkatan ilegal kedua kapal serta reruntuhan lain dari Perang Dunia II di area sekitarnya. Pada bulan Agustus 2015 kedua lembaga menandatangani nota kesepahaman (Mou) untuk penelitian dan, dimana memungkinkan, untuk melindungi sisa-sisa kapal perang yang tersebar di perairan Indonesia.
Penyelaman penelitian bersama ini awalnya dijadwalkan pada bulan Oktober tahun lalu, namun ditunda karena ada tanda-tanda awal datangnya musim angin muson. Sebagai gantinya, ANMM dan ARKENAS bersama-sama melakukan penelitian multi-beam sonar pada bangkai kapal Desember lalu, yang bertujuan untuk mencari informasi seberapa luas pengangkatan telah terjadi, sementara dilakukan pengumpulan informasi DGPS yang diperlukan untuk membuat peraturan perlindungan situs bangkai kapal.
“Sayang sekali hasil survei sonar tidak konklusif,” jelas direktur ANMM Kevin Sumption hari ini.
“Kondisi cuaca buruk pada saat itu berdampak pada mutu gambar yang dikumpulkan dan kita tidak bisa mengatakan secara pasti gangguan apa saja yang telah terjadi pada situs.
“Penyelaman fisik ke situs oleh arkeolog-arkeolog ANMM dan ARKENAS akan menjadi satu-
satunya cara untuk mendapat gambaran jelas kondisi Perth,” jelasnya.
Diharapkan hasil penyelaman bulan Maret akan membutuhkan beberapa bulan untuk dianalisa. Informasi yang diperolah akan digunakan untuk memastikan kondisi situs kapal, untuk menganalisis stabilitas situs dan proses pengaratan yang sedang terjadi, serta untuk verifikasi apakah terdampak oleh pengangkatan baru-baru ini, serta kepentingan sejarah dan arkeologis.
Informasi ini kemudian akan dipakai untuk menyiapkan, dalam konsultasi dengan ARKENAS, Rencana Tata Kelola Konservasi untuk situs kapal dan Deklarasi Kasus dibawah UU Cagar Budaya Republik Indonesia.
“Kami sangat sadar bahwa ada kekhawatiran di masyarakat dan kami melakukan apa yang kami bisa dalam kemitraan yang dekat dengan kolega Indonesia kami, untuk mendapatkan perlindungan resmi bagi situs kapal,” kata Sumption.
Direktur ARKENAS I Made Geria MSi mengatakan, “Berdasarkan hasil survei sonar baru-baru ini dan penyelaman yang akan datang pada situs HMAS Perth oleh ARKENAS dan ANMM, kami akan mengambil tindakan secepatnya untuk mengamankan perlindungan cagar budaya bawah laut. ARKENAS memahami pentingnya reruntuhan kapal Perth, baik untuk sejarah sebagai kapal di jaman Perang Dunia II dan tempat peristirahatan terakhir untuk lebih dari 300 pelaut, dan kami akan terus bekerja dengan ANMM untuk melindungi situs ini.”
Penyelaman bulan Maret akan didahului dengan serangkaian pameran baik di Indonesia dan Amerika Serikat untuk memperingati 75 tahun peperangan dan tenggelamnya kedua kapal.
“Menghasilkan peraturan perlindungan situs itu akan menjadi tonggak pencapaian penting, namun ini adalah satu dari banyak langkah yang akan kami lakukan dengan kolega-kolega di ARKENAS. Di bawah MOU, bersama dengan ARKENAS kami akan menyusun rencana bersama konservasi reruntuhan kapal termasuk solusi praktis untuk memantau dan melestarikan situs.
“Di luar itu semua, kami berkomitmen untuk memastikan cerita HMAS Perth, USS Houston dan keberanian para kru kedua kapal tidak terlupakan,” kata Sumption.
Pameran Guardians of Sunda Strait (Para Penjaga Selat Sunda), bagian dari Program Amerika Serikat di Museum Nasional Maritim Australia dan didanai oleh USA Bicentennial Gift Fund, akan dibuka di Perpustakaan Umum Houston pada 1 Maret 2017 sebelum berkeliling Australia. Versi teks dan foto dari pameran tersebut juga akan berkeliling Amerika Serikat melalui kapal-kapal milik Persatuan Kapal Bersejarah Amerika Serikat (US Historic Naval Ships Association).
Guardians of Sunda Strait juga memuat kesaksian emosional para penyintas perang sekaligus benda-benda penting dari berbagai koleksi internasional termasuk benda-benda dari Australian War Memorial, Royal Australian Navy’s Heritage Collection, Sea Power Centre Australia, University of Houston dan US Navy’s History and Heritage Command.
Di Indonesia, satu panel grafis pameran tentang Peperangan Laut Jawa (Battle of the Java Sea) dan kapal-kapal yang terlibat, termasuk HMAS Perth dan USS Houston, akan dibuka di Museum Bahari di Jakarta pada 27 Februari. Pameran ini dipersiapkan oleh Museum Maritim Nasional Australia bersama dengan Kedutaan Besar Australia, Inggris dan Amerika Serikat di Jakarta.
Pertanyaan media:
[email protected]
021 25505290